Sosok  

Stefanus Malo, S.IP, Camat Wewewa Selatan:”Siap Dengar Masukan,Bahkan Kritik Masyarakat”

Foto: Stefanus Malo, S.Ip_Camat Wewewa Selatan/Idemanews_Yos

Pria yang tepat hari ini, (Jumat/19/09/2025) berulang tahun ke-41, ramah menyambut kedatangan IDEMA News dengan senyum khas mantan seminaris. Lalu dari teras kantor Kecamatan Wewewa Selatan kami duduk menghadap lapangan hijau. Menikmati pertandingan sepak bola Turnamen Paroki St. Yosep Pekerja Manola. “Abang, kita santai sambil nonton bola,” celetuknya.

Sambil menikmati permainan yang seru, Stefanus Malo, S.IP yang dipercaya sebagai camat Wewewa Selatan sejak 19 Desember 2023 mengungkapkan wilayah Kecamatan Wewewa Selatan mempunyai karakteristik yang unik. “Masyarakat yang masih kental dengan budaya, adat-istiadat. Tetapi di sisi lain masyarakat yang terbuka terhadap kemajuan. Muda meniru hal-hal positif. Orang tua berlomba-lomba berusaha menyekolahkan anak sampai ke tingkat sarjana. Tipe pekerja keras dan mempunyai keinginan kuat untuk mandiri dalam segala hal terutama ketahanan ekonomi. Ini menjadi modal untuk percepatan kemajuan”.

Lanjutnya, ketika saya dipercaya sebagai camat, sesuai tupoksi, kewenangan yang diemban, saya berpikir, saya bukan sekedar camat tetapi seseorang yang memang berasal dari Wewewa Selatan, Kampung Manola. “Karena itu, hal pertama yang terlintas dalam pikiran adalah menstabilkan kondisi dan gejolak yang mungkin muncul atau ada. Saya bertemu dengan berbagai pihak dari kalangan tua sampai anak muda. Baik dalam kondisi formal maupun informal. Saya mendengarkan berbagai masukan bahkan kritik. Saya dengarkan berbagai keluhan. Biasanya masyarakat Wewewa Setalatan (Wesel) tidak menyampaikan sesuatu dengan berbelit tetapi dengan apa adanya. Apa yang dilihat, didengar, dirasa atau dikuatirkannya, mereka sampaikan,” jelas Stef dengan serius.

Sebagai camat saya mendengarkan dan mencatat semua. Bila mendesak, segera dirapatkan dan ambil suatu tindakan nyata. “Saya merasa bahwa tanda jabatan camat yang dipasang sebelah kanan dada, bukan sekedar aksesoris. Bukan sekedar merujuk pada kekuasaan atau kewenangan tetapi hati yang siap mendengar, melihat dan merasakan panggilan jiwa untuk mengabdi secara total. Karena itu kita bekerja bukan saja dengan otak tetapi dengan hati. Kebetulan saja posisi hati sebelah kanan dada-atas perut ya?,” ajaknya bergurau.

Mendengarkan keluhan dan aspirasi warga masyarakat, jika kita tidak pakai hati, kadang bisa menimbulkan salah paham atau ego kita sebagai pemimpin bisa muncul. Kalau muncul, kita bisa salahgunakan kewenangan misalnya berlaku otoriter. “Saya cenderung ajak diskusi, dialog dan kita pertimbangkan mana yang paling pas sesuai aturan, kearifan local dan menfaatnya bagi masyarakat luas. Tugas seorang camat sebenarnya terbatas sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2018  tentang kecamatan. Bahwa camat mempunyai tugas ddan fungsi koordinasi pemberdayaan masyarakat, ketertiban umum dan pembinaan, pengawasan pemerintah desa dan kelurahan. Juga pelayanan administrasi dan ijin. Di samping itu melaksanakan urusan pemerintahan atas pelimpahan kewenangan bupati/wali kota,” urainya lebih lanjut.

Sejenak kami kembali focus ke lapangan bola. Tempat kami duduk, sewaktu kami masih anak-anak(sama-sama menghabiskan masa kecil di Wesel) adalah hamparan pohon jeruk besar. Masih berupa hutan kecil dan lapangan tempat bermain bola yang merupakan tanah milik kecamatan, dulunya adalah tempat pengembalaan ternak. Di sisi baratnya, ada danau kecil yang musim kemarau tidak kering sehingga menjadi tempat berkubangnya kerbau dan minum air. Kadang kala itu, ketika orang membuat piring kayu yang terbuat dari kayu (rita-bahasa Sumba) mereka akan membawa piring baru itu ke danau  untuk direndam.

Terkait kewenagan sesuai UU dan Peraturan Pemerintah, sebagai camat saya pastikan konsisten dan total untuk mensukseskan program pemerintah daerah yang dilimpahkan kepada camat. Saat ini kita focus agar desa-desa bersinergi menuntaskan visi misi bupati SBD yakni menata kota membangun desa. “Ada program unggulan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat. Di sini ada kampung-kampung situs yang eksotis: Kampung Manola dan Kampung Umbu Koba. Saya ajak mereka untuk merawat budaya dan istiadat. Setiap tahun kami sama-sama mengikuti karnaval  dalam rangka HUT NKRI. Saya sendiri hadir di tengah mereka. Saya mengajak dan tidak memaksa mereka gunakan pakaian (kabala-pakian adat khas yang terbuat dari kulit kayu). Dan setiap 17 Agustus semua tokoh masyarakat, tokoh adat, pemudah,lintas gereja diundang secara resmi mengikuti upacara bendera. Pada momen HUT RI ke-80, bersama seluruh masyarakat Wesel termasuk dari Kampung Umbu Koba, dilakukan pembentangan bendera raksasa panjang 80 meter di Kampung Umbu Koba dan diarak dengan khidmat menuju lapangan  lembah di bawah kampung yang di sisi utaranya cocok sebagai spot paralayang,” jelas lulusan Universitas Warmadewa Bali.

Pria yang dalam irama kerjanya melukiskan etos kerja dan gaya kepemimpinan dengan slogan: kako ta’papera, paga tamarenda (seiring sejalan demi tujuan atau goal yang sama). Sebagai camat adalah pelayanan. Wesel mempuyai 14 desa dengan keragaman masing-masing. Kita akan terus berkolabosi membangun SBD dari Wesel menuju loda weemaringi pada weemalala. Selamat ulang tahun bapa camat Wesel Kabupaten Sumba Barat Daya yang menutup bincang kami dengan sebuah impian besar untuk membuat lapangan bola Kecamatan Wesel menjadi sebuah stadion sederhana.*Yos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *