BBM Langka,  SPBU Dikuasai Spesialis Tap?

Foto: Idemanews.com

Tambolaka, IDEMA News – Sejauh pantauan crew IDEMA  sejak awal bulan Agustus 2025 hingga berita ini diturunkan, terjadi kelangkaan BBM di sejumlah SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di Sumba. Akibatnya SPBU diserbu masyarakat luas tetapi kalah “nyali” dengan spesialis tap bensin. Spesialis  tap lambat laun menjadi sindikat bahkan mafia di beberapa SPBU. Mereka memodifikasi tengki bensin kendaraan roda dua dalam ukuran jumbo. Tengki motor tersebut bisa menampung bensin secara ekstrim. Bahkan spesialis tap sudah menggunakan kendaraan  pick up dan truck. Hingga berita ini diturunkan, antrian panjang, kendaraan tap di pinggir jalan, aktifitas penjual ecer BBM di samping SPBU menjadi fenomena nyetrik. Harga ecer BBM sangat mahal. Dan ajaibnya, semua jenis BBM dijual ecer. Harga satu liter  berkisar Rp. 30.000-50.000.

Hingga berita ini diturunkan tak tampak koordinasi, pengamanan, pengawasan apalagi penindakan atas fenomena tap bensin dan penjualan ecer dengan harga selangit.  Terkesan ada pembiaran dari pemangku kepentingan.  Fenomena antrian bensin di  Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya tidak jauh berbeda.  Suasana tegang, kumuh dan intrik spesialis tap membuat jalur khusus yang menyebabkan masyarakat biasa yang antri dengan motor matix, harus berjam-jam  antri untuk sampai di depan noksel. Miris sekali. Tidak jarang terjadi keributan antara kelompok sindikat yang justru bisa menghentikan aktifitas pelayanan di SPBU.

“Paling aman dan tidak sakit kepala, beli bensin eceran. Selisih harga memang jauh tetapi mama tidak cape, waktu tidak habis berjam- jam untuk antri. Bayangkan saya mengajar di Kodi. Harus pp (pulang pergi) setiap hari. Syukur kalau suami bisa antri sore hari, agak lumayan irit. Kita harap supaya diatur baik.  Kita yang kerja bisa lancar isi bensin dan mereka yang mau tap rejekinya lancar juga. Hanya persoalannya bensin eceran harganya mahal sekali. Bisa 40 ribuh satu liter ,” ungkap seorang guru lulusan P3K.

Yang sangat miris adalah penjual eceran berjualan di bibir SPBU dengan harga meroket. Tap peduli di SPBU masih ada BBM atau apalagi jika sudah habis. Dan pengguna kendaraan harus memaklumi dan rela  membayar merogoh kantong agak dalam. Sudah bertahun-tahun terjadi dan tanpa pernah ada solusi. Yang dijual di eceran bukan saja BBM bersubsidi tetapi semua jenis BBM tak bersubsidi. “Di kota-kota lain di Indonesia, saya lihat dan tahu bahwa bensin bersubsidi dijual eceran di pinggir jalan. Tapi harga hanya selisih 250 rupiah sampai 500 rupiah per liter. Nah, kita di Waitabula,  SBD atau Sumba pada umum, harga melonjak 2 kali lipat atau tiga kali lipatnya. Ini sangat merugikan masyarakat. Kondisi yang menggiurkan ini menyebabkan  penimbunan BBM yang kadang membuat harga semakin gila-gilaan. Sebagai warga SBD, saya berhadap ada pengendalian terhadap sindikat tap bensin dan penimbun BBM. Pihak operator SPBU harus mengatur agar jika disiapkan tiga jalur ya hanya tiga jalur. Tidak kemudian banyak jalur yang membuat jalur utama yang digunakan penggguna biasa menjadi terhambat. Selain itu, pihak berwenang segera menertibkan kendaraan yang digunakan untuk tap bensin. Kendaraan yang tidak bersurat lengkap atau tidak sesuai model ditahan. Lebih bagus dimusnahkan jika termasuk kendaraan bodong. Sebaiknya diatur harga eceran tertinggi dengan surat edaran bupati. Jadi kalau pertalite harga ecer tertinggi misalnya 14.000 per liter,jelas Roni salah satu mahasiswa dari Yogyakarta yang sedang pulang libur di SBD kepada IDEMA.

Sedangkan di sisi jalan yang lain, ketika krew IDEMA mewawancarai seorang mama dengan beberapa anaknya yang berjualan bensin eceran mengakui bahwa sejak ada pertamina, hidup mereka jadi lebih baik. Bisa membiayai anak sekolah dan menutupi segala kebutuhan. Bisa membayar tagihan koperasi. Tetapi di balik itu, pemain besar di sekitar SPBU yang sudah pemain BBM (penimbun) di atas 10 tahun, rata-rata sudah mempunyai kendaraan pick up legal, mempunyai tabungan besar, menggunakan android tercanggih bahkan hanya untuk main game. Sehingga penimbun BBM dan  spesialis tap BBM mungkin saja sudah lebih berkembang dengan mempunyai backing masing-masing.

Khusus Kabupaten SBD, masyarakat di 11 kecamatan baru dilayani kurang lebih 11 SPBU. SPBU ini pun tidak persis berada misalnya di pusat ibu kota setiap kecamatan. Dengan jumlah yang terbatas, daya akses masyarakat pedesaan yang terpencil semakin memberi ruang bagi penimbun BBM bereaksi. Setiap hari, berjerigen-jeringan bensin dimuat di mobil pick up untuk disalurkan ke pengecer. Periksa semua toko-toko yang berada di SBD, bisa jadi juga turut  menimbun BBM. Sedangkan SPBU hanya buka 2 jam BBM sudah habis. Agar suasana tertib, bersih, tidak kumuh sekitar SPBU dan sepanjang jalan dengan penjual ecer, penjulan BBM menyehatkan ekonomi warga secara merata, sudah saatnya diatur dan ditertibkan secara serius. Pihak pengelola SPBU, pemerintah, kepolisian dan satpol harus sigap.

Sistem Barkot, Sangat Bagus

Menurut beberapa kalangan yang ditemui krew IDEMA, penggunaan sistim barkot sebenarnya sangat efektif untuk membendung bludaknya antrian di SPBU. Karena dengan system itu, memberikan kuota tertentu pada setiap kendaraan yang mengisi bahan bakar. “Kendaraan tidak bisa seenaknya masuk keluar SPBU untuk tap bensin atau solar. Karena terbaca jumlah kuota BBM maksimal yang diisi pada hari tersebut. Bahkan kendaraan yang mati pajak, barkot sulit membaca. Dengan demikian, system itu membantu kelancaran pembayaran pajak kendaraan. Solar sekarang juga menjadi salah satu jenis BBM yang langka. Padahal jumlah kendaraan proyek yang beroperasional menurun. Tahun lalu tidak separah sekarang. Saat ini kita antri pun dari pagi, belum tentu dapat solar. Bahkan spesialis tap dari SBD beroperasi tidak hanya di SBD tetapi di luar kabupaten,” jelas EDK.

Sedangkan jejak gebrakan Kapolres SBD pada awal-awal bertugas dalam menertibkan penimbun BBM, aktifitas illegal spesialis tap di sejumlah BBM, penjual ecer BBM sangat positif untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Ketersediaan BBM terjamin dan  tidak ada antrian panjang disejumlah SPBU. “Pada waktu itu ada beberapa penimbun BBM yang terjaring razia polisi. Mereka ditahan dan diproses bahkan masuk penjara. Sesudah itu kurang lebih 3 bulan, terkait kegiatan melanggar hukum di SPBU, penimbunan, dan penjualan ecer dengan harga tak terkontrol, semua diam seribu bahasa. Dibutuhkan tindakan tegas dan terukur dari pihak berwajib,” timpal salah satu warga SBD yang enggan namanya disebut.

Sedangkan langkah konkrit Bupati SBD, Ratu Bonnu Wula yang turun ke SPBU menuia tanggapan beragam dari masyarakat. Sebagian sangat berharap, dengan hadirnya bupati dan menghimbau langsung para spesialis tap dapat  mengurai kemacetan dan kelangkaan  BBM di sejumlah SPBU. Dengan pola pendekatan keibuan, bicara dari hati ke hati, dapat menggugah kesadaran bersama untuk menjaga ketertiban dan menjaga kepentingan bersama. Seperti dilansir Ibu Bupati SBD menghimbau agar  specialis tap BBM menjaga ketertiban. Dalam beberapa hari terakhir di sejumlah SPBU sudah tak tampak antrian tap bensin. Yang tersisa adalah antrian kendaraan roda empat yang berbahan bakar solar.

Sebagian masyarakat SBD yang membaca berita himbauan Ibu Bupati SBD tersebut, agak tercengang. Pasalnya dengan karakter masyarakat SBD terutama spesialis tap yang sudah menjadikan lahan itu sebagai profesi, himbauan itu tidak akan mempan. “Himbauan itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Dibutuhkan ketegasan dan bukan sekedar mencari panggung,” demikian BL.***

Exit mobile version